Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Tubuh Bebas Penyakit tanpa Obat Ala Inge Tumiwa



Kabar buruk itu diterima Inge Tumiwa-Bachrens pada Juli 2011. Dia terkejut mendapatkan hasil diagnosis dokter terkait anak lelakinya yang berusia 10 tahun. Anaknya yang berbobot 70 kilogram (kg) divonis dokter mengalami obesitas. Dokter pun menuntut Inge untuk menjalani program terapi hormon guna menurunkan berat putranya menjadi 45 kg.

Masalah beruntun berikutnya datang. Hasil cek kesehatan suaminya menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan. Kadar kolesterol, asam urat, dan gula darah suaminya tidak dalam kondisi bagus. Untuk itu, suaminya harus mengonsumsi obat-obatan antikolesterol, asam urat, dan pengencer darah agar bisa beraktivitas seperti biasanya.

Beban yang disandang Inge semakin lengkap setelah anak keduanya yang berusia lima tahun juga harus bolak-balik ke dokter akibat menderita asma kulit (eczema). Gara-gara itu, anak perempuannya harus berpantang makanan tertentu dan terus mengonsumsi obat asma yang harganya cukup mahal.

Apakah masalah selesai? Belum. Pada Agustus 2011, Inge mendapat kabar dari dokter yang mendeteksi adanya tumor di kelenjar tiroidnya. Tidak mau mengambil risiko, ia menuruti saran dokter untuk membuang tumor itu dengan mengangkat satu kelenjar tiroidnya. Cobaan bertubi-tubi yang menimpanya dan keluarga membuat kehidupan Inge berubah total.

Dia semakin intens berkonsultasi dan menjalani berbagai tes. Pun obat-obatan terus dikonsumsinya. Sayangnya, kondisinya tidak semakin membaik. Dalam kondisi frustasi, ia membaca buku tentangadrenal fatigue, di mana kelenjar hormon adrenal dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik karena kelelahan akibat bentuk stres yang melanda tubuh.
Setelah bertemu dokter yang tepat dan membincangkan mengenai kelenjar hormon adrenal dalam tubuh yang tak bekerja dengan baik, akhirnya didapat kesimpulan menarik. Penyakit yang dideritanya bukan dengan cara mengonsumsi obat-obatan dan penanganan medis, melainkan menerapkan polda hidup sehat. Caranya ternyata muda, yaitu dengan makanan bergizi, olahraga rutin, istirahat cukup, dan hidup sehat dalam menghadapi tekanan.

Setelah berkelanjutan menerapkan pola hidup seperti itu, Inge merasakan sendiri betapa kesehatan yang selama ini menjadi barang mahal baginya, malah pergi dengan sendirinya. Pun dengan keluarganya juga mengalami peningkatan taraf hidup. Penyakit obesitas, kolesterol tinggi, asam urat, asma kulit, tumor kanker, danadrenal fatigue tiba-tiba menghilang. Dia pun akhirnya tersadar sudah dalam jalan yang tepat untuk meninggalkan polda hidup modern yang dianut keluarganya selama ini, yang ternyata membawa ke arah yang salah.

Melalui buku Eating Clean, penulis mengajak pembaca untuk menjauhi pola hidup masyarakat urban yang malah mengundang beragam penyakit fisik. Menjadi sehat adalah impian semua orang. Makanan yang selama ini kita pikir masuk kategori sehat ternyata belum tentu 'sehat' bagi tubuh kita. Apalagi dengan menjamurnya makanan dan minuman proses atau kemasan, fast food, serta makanan serba goreng yang mudah didapatkan di mana-mana.
Rasanya yang enak dan gurih di lidah membuat siapa pun menyukainya. Namun, tahu kah jika di dalamnya mengandung zat jahat bagi tubuh. Mulai dari MSG, pengawet, lemak jahat, gula, dan masih banyak lagi zat yang tak diperlukan tubuh. Hal itu terjadi lantaran makanan yang masuk ke tubuh didasarkan rasa di lidah saja, bukan karena kebutuhan gizi yang harus dipenuhi.

Dampak zat-zat jahat tersebut tertimbun di dalam tubuh selama kurun waktu lama akan menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti hipertensi, jantung, diabetes, obesitas, hingga kanker. Lalu, bagaimana agar tubuh kita kembali bersih dari zat jahat akibat konsumsi makanan tidak sehat itu?
Penulis hanya memberikan satu saran, yaitu ubahlah pola makan! Biasakan makan makanan sehat yang dimasak dengan cara sehat dan diimbangi olahraga teratur. Beralihlah ke konsep eating clean, di mana makanan kembali ke bentuknya yang paling alami. Sayuran dan buah organik menjadi menu yang tidak boleh terlewatkan.

Apakah mahal? Tentu tidak! Kita bisa menggunakan sayuran dan lauk yang ada di tukang sayur, tidak perlu menggunakan produk impor. Kalau begitu susah menerapkannya? Penulis kembali menegaskan, tidak! Hanya saja, pandangan minor kerap didapatkannya dari rekan hingga keluarga dekat sendiri saat mengaplikasikan pola makan seperti itu. Tidak jarang, ia disebut terlalu ekstrem dalam menerapkan pola makanan alami.

Sebenarnya, kalau ditilik lebih jauh, hal itu dapat dimaklumi. Mengingat latar belakang penulis yang mengalami beberapa penyakit serius sekaligus, akhirnya solusi paling jitu ditemukannya berkat konsultasi ke dokter. Penulis yang ingin hidup sehat memilih untuk mengubah menu makanan. Dapat dipastikan, pada awalnya cukup berat menjalani pola makan yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat Indonesia.

Godaan untuk makan makanan cepat saji maupun gorengan jelas selalu muncul setiap waktu. Hanya saja, Inge dan keluarganya bertekad untuk bisa sembuh total dan tidak ingin hidup dalam gulatan penyakit lagi. Karena itu, ia dan keluarganya sekarang malah lebih senang menghabiskan momen makan bersama di rumah daripada di luar. Dengan mengonsumsi hasil racikan makanan sendiri, ia merasa lebih enak dan tubuhnya juga sudah terbiasa dengan makanan organik.

Melalui buku ini, pembaca diajak untuk bisa memasak dengan sederhana tanpa perlu keahlian khusus atau pun cara-cara yang ribet. Pastinya menyenangkan karena eating clean bisa diterapkan bersama keluarga, pasangan, atau teman. Kuncinya untuk bisa menerapkannya secara berkelanjutan hanya satu, disiplin.
Yang patut diketahui, penulis sudah menerapkan pola makan ini selama lima tahun terakhir. Terbukti, penyakit yang menyerangnya dan keluarga tidak lagi menghantui. Yuk ikuti 20 langkah sukses Inge Tumiwa-Bachrens menjalankan eating clean dalam kehidupan sehari-hari.

Buku: Eating Clean
Penulis: Inge Tumiwa-Bachresn
Penerbit: Kawan Pustaka
Edisi: Juni 2016
Tebal: 176 halaman

Anda bisa membeli buku Eating Clean di Toko Online BliBli.com, Klik di sini!